Saturday 3 October 2015

,

EGMM Wk 1 - Pengantar: Metagenomics, Unculturable Bacteria, & Biotechnology


Halo guys, di blog ini saya akan mencoba berbagi mengenai pengalaman dan ilmu yang saya dapat selama mengambil MSc Synthetic Biology & Biotechnology di The University of Edinburgh. Salah satu mata kuliah yang sangat menarik adalah Environmental Gene Mining & Metagenomics. Mata kuliah ini diampu oleh Dr. Andrew Free. Semua tulisan ini adalah hasil pemahaman saya terhadap apa yang beliau sampaikan, jadi tulisan ini sekedar untuk belajar, untuk referensi ada di bawah :D.

Mikroorganisme adalah makhluk yang telah menjadi perhatian para bioteknologiwan selama ini. Kenapa? Alasannya dikarenakan mikroorganisme memiliki kelimpahan dan keanekaragaman yang luar biasa! Dari keanekaragaman ini, kita dapat memperoleh berbagai manfaat, dari protein tunggal, enzim, hingga mixed culture yang dapat digunakan untuk membuat bioreaktor yang stabil.             
Keanekaragaman ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh proses ekologis yang terjadi di habitat mikroorganisme. Berbagai macam bioma dan mikrohabitat yang ada di bumi membuat mikroorganisme beradaptasi dan berevolusi sehingga masing-masing terseleksi untuk memilik fungsi yang spesifik supaya dapat bertahan hidup. Fungsionalitas ini diperoleh dari hasil ekspresi gen yang memproduksi protein dan enzim yang memiliki fungsi yang unik spesifik untuk beradaptasi terhadap lingkungannya.
Ada hal yang membuat kita tidak mampu mengakses seluruh potensi (genetik) yang ada di mikroorganisme, terutama mereka yang berasal dari habitat ekstrim. Hal ini dikarenakan sebuah peristiwa yang kita sebut “The Great Plate Count Anomaly”. Tidak semua mikroorganisme yang ada di alam dapat kita kultur di laboratorium. Bahkan, pada kenyataannya 99% dari mikroorganisme di alam tidak dapat kita kultur di lab. Banyak faktor yang belum kita pahami kenapa anomali ini dapat terjadi. Salah satunya adalah interaksi antar mikroorganisme yang ada di alam dan juga nutrisi dan faktor lingkungan yang ada di mikrohabitat asli, membuat sistem yang sangat kompleks sehingga belum dapat kita tiru di laboratorium. Padahal, unculturable microorganism ini sangat menarik untuk dikaji karena berpotensi menghasilkan banyak novel products dan manfaat-manfaat lainnya.
So, bisa ga sih kita mengambil sel, protein, enzim, atau lebih spesifik, gene of interest yang kita inginkan dari unculturable microorganism?
Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, (1) mengembangkan novel culturing techniques, atau (2) menggunakan culture independent methods, yaitu metagenomics.

1.       Novel culturing techniques
Pada dasarnya, teknik ini dikembangkan dengan cara mengkultur mikroorganisme di habitat atau medium aslinya. Teknik ini dikembangkan dengan membuat membran semipermeabel yang dapat dilalui oleh nutrien tapi tidak dapat dilewati oleh sel. Setelah kita memperoleh single cell culture, kita dapat mengisolasi DNA dari protein of interest yang dimiliki oleh si sel.  Beberapa contoh teknik ini dikembangkan oleh Kaeberlein et al. (2002), Nichols et al. (2010) dengan menggunakan diffusion chambers. Keunggulan dari teknik ini adalah kita dapat melakukan uji fungsional, salah satunya dapat dikembangkan untuk mencari novel antibiotics (Ling et al., 2015).

2.       Metagenomics
Metagenomic dapat didefinisikan sebagai The study of genomes recovered from environmental samples rather than from clonal populations(Hugenholtz & Tyson, 2008). Metagenomic ini adalah salah satu cara kita untuk mengeksplor potensi hayati yang dimiliki oleh unculturable microorganism, tanpa harus menumbuhkan mereka satu demi satu. Pada awalnya, metagenomic dilakukan dengan membuat library, yaitu memecah genom dari lingkungan (environmental DNA), melakukan kloning, dan mentransformnya ke dalam host bacteria, seperti E. coli, kemudian melakukan screening melalui sequencing dst. Metode ini tentu memerlukan banyak waktu dan tenaga, tapi seiring dengan perkembangan teknologi, kita bisa men-skip tahapan kloning tadi langsung ke random sequencing dengan menggunakan Next-Generation Sequencing (NGS). Untuk lebih tau apa itu NGS, silahkan lihat link Youtube dari Illumina NGS ini (https://www.youtube.com/watch?v=womKfikWlxM)
Yup, jadi inti dari mata kuliah ini adalah bagaimana kita meng-harvest gen yang potensial dari lingkungan tanpa perlu khawatir dengan unculturable microorganism, karena kita menggunakan pendekatan metagenomics.
Oke, sekarang kita coba kaji lebih dalam mengenai teknik-teknik metagenomics.

1.       Unselective Metagenomics
Salah satu contoh hasil dari teknik ini dilakukan oleh Venter et al. (2004), dan merupakan salah satu paper yang cukup fenomenal (beliau adalah pionir dari Human Genome Project yang selesai di tahun 2000, bisa dicek juga profil beliau di TED Talks https://www.ted.com/talks/craig_venter_on_dna_and_the_sea). Venter et al. (2004) melakukan studi mengenai environmental genomic data di perairan Sargasso, dengan menggunakan shotgun sequecing (melalui primer berupa 2-6 kb DNA insert). Environmental DNA Insert ini dibuat berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. Dari penelitian ini diperoleh 1800 genomic sequence, dimana 148 merupakan jenis (phylotype) bakteri yang belum diketahui.
Penelitian lain yang sangat menarik dilakukan oleh Dinsdale et al. (2008) yang berjudul “Functional Metagenomic Profiling of 9 Biomes”. Yup, 9 Biomes! Bayangkan cuy, harus menjelajah dunia untuk bisa memperoleh data ini. Dari hasil penelitian ini, diperoleh 15 juta pyrosequence dari 45 macam microbiomes dan juga 42 macam viromes!
So, apa sih yang bisa kita ambil dari metode unselective metagenomic ini? Melalui studi ini, kita dapat membanding sekuens-sekuens spesifik yang dimiliki oleh genom masing-masing spesies. Melalui komparasi (baik data primer maupun dari database), kita dapat menentukan mana gen-gen esensial (yang selalu muncul di kebanyakan habitat) dan juga adaptive gene (yang muncul pada habitat-habitat spesifik).
Namun, tentu saja ada permasalahan yang muncul dari metode ini. (1) Besarnya data dan kompleksnya ekosistem membuat kita sulit untuk melakukan rekonstruksi sekuens DNA dan metabolic pathway di dalamnya, (2) dari studi di perairan Sargasso, fragmen DNA hasil sequencing hanya dapat diperoleh dari anggota komunitas yang dominan, dan gene of interest dari spesies yang jumlahnya sedikit tidak terdeteksi, padahal bisa jadi mereka memegang peran kunci, dan (3) “rare biosphere” species tidak dapat dideteksi karena belum ada di dalam database.


1.       Selective Metagenomics
Jika kita memiliki target yang ingin kita ketahui, kita bisa melakukan screening dengan memfokuskan metagenomics. Gagasan ini dijelaskan dengan baik oleh Suenaga (2012), yang menjelaskan bagaimana strategi yang perlu dilakukan untuk melakukan screening sekelompok gen tertentu dari keseluruhan data metagenomics di lingkungan. Dengan melakukan screening yang lebih terfokus, kita akan lebih mudah dalam mengambil gen-gen tertentu dalam aplikasi biotek.
a.       Sequence-Driven Screening
Sesuai namanya, screening ini dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu sekuens-sekuens tertentu yang menjadi targat. Salah satu contoh penelitian yang menggunakan pendekatan sequence-driven screening adalah Grzymski et al. (2006). Penelitian tersebut difokuskan untuk mencari sekuens asam amino spesifik yang berperan dalam adaptasi marine planktonic bacteria di kutub utara terhadap suhu rendah. Penelitian lain yang cukup menarik dilakukan oleh Mussmann et al. (2005), yang mencoba mencari novel genes terkait Sulphate Respiration dengan melakukan prediksi menggunakan sekuens gen yang sudah ada di dalam database. Gen-gen ini berpotensi untuk digunakan dalam bioremidiasi sedimen yang tercemar logam berat. Penelitian lain yang juga cukup menarik dilakukan oleh Charlop-Powers et al. (2014), yang mencoba mencari bioaktif dari 92 jenis tanah di Amerika melalui pendekatan 454-pyroseqencing dari pecahan domain nonribosomal peptide adenylation (AD) dan polyketide ketosynthase (KS).

Keunggulan dari pendekatan ini yaitu (1) tidak bergantung pada ekspresi gen dari sampel, dan (2) menggunakan teknik-teknik yang sudah mumpuni (PCR, DNA hybridisation). Kekurangan dari pendekatan ini yaitu (1) kita perlu mengetahui terlebih dahulu conserved region dari gen / kelompok protein sebagai tempat menempelnya primer, (2) kita tidak bisa mendeteksi gen yang benar-benar baru, dan (3) sebanyak 30-60% protein yang diperoleh dari studi metagenomic belum diketahui fungsinya.

Daftar Pustaka




1 comment :

  1. Sering-sering posting yang kaya gini nu.. inspiring.. membantu proses warming up hehehe

    ReplyDelete