"Kuwi ijo ndes!
| Ngga keliatan apa2 bro | Dijepret pake kamera jelas cuy! | Ga mungkin | Dari
ramalan ini lagi storm, serius! | Ah, dukunnya salah paling itu..."
Libur natal dan tahun baru menjadi salah satu
momen yang dinantikan oleh mahasiswa Indonesia yang studi di UK. Gimana ga,
buat anak-anak master yang kuliahnya padat dan mampat, momen liburan ini
menjadi ajang untuk melepas penat dan bertualang. Anak-anak Scotland hijrah ke
selatan dan anak-anak England hijrah ke utara. Ada dua kota yang menjadi salah
satu tujuan favorit untuk menghabiskan malam tahun baru: London dan Edinburgh.
DUA MINGGU TERAKHIR DI SEMESTER SATU
Bagaimana dengan saya? Well, saking hectic-nya
dua minggu terakhir kuliah di semester satu, saya ga sempat membuat rencana
yang baik untuk menghabiskan liburan. Waktu itu fokus di kepala Cuma satu:
gimana caranya survive kuliah di semester satu. Lima mata kuliah yang
saya ambil ga ada komponen written exam, semua dinilai dengan project, esai,
dan presentasi. Awalnya sih agak tenang juga karena tidak ada exam, tapi
ternyata sama saja. Antara reading material dan tugas yang banyak dan juga
bawaan mental deadliners, dua minggu terakhir saya berkutat 24/7 dengan 5
project esai dan modelling. Jam tidur berkurang menjadi 1-3 jam per hari dan ga
sempat masak (walhasil banyak keluar duit buat beli fastfood di luar). Satu hal
lagi yang membuat tensi ga turun-turun: saya nekat ikutan 4 Day MBA workshop
dari SynBiCite di London, tepat di minggu terakhir semua deadline esai!
Karena ikutan workshop, secara teknis saya sudah
pernah mengunjungi London. Yang saya lihat bukan Istana Buckingham, hanya
sempat melihat hiruk pikuk orang di Tube (kereta bawah tanah). Tiap hari berangkat
sebelum matahari terbit, pulang setelah gelap, dan keseluruhan workshop di
ruangan yang sama di sebuah hotel. Workshop 4 Day MBA ini dipimpin oleh coach
bisnis profesional, dan selama 4 hari peserta mempersiapkan pitch untuk
dipresentasikan dalam sebuah Dragon’s Den di depan 3 orang investor (venture
capitalist). Ternyata, mayoritas peserta berasal dari start-up yang memang akan
mempresentasikan business model mereka. Workshop ini membuka banyak wawasan
saya mengenai atmosfer start-up di UK yang sangat menantang dan cukup keras.
Dua minggu yang sangat melelahkan memang. Tapi,
bertemu sahabat lama selalu menjadi sebuah momen yang terlalu berharga untuk
dilewatkan. Terima kasih untuk Ahmad Ataka yang sudah bersedia menampung saya
selama 4 hari di London! Tak terasa sudah lebih dari sepuluh tahun berlalu sejak
pertama berkenalan bocah kecil yang sangat inspiratif ini. Obrolan random selama
4 hari berputar di sekitar nostalgia, jodoh, dan mimpi-mimpi masa depan. London
trip kali ini ditutup oleh pertemuan tak disengaja dengan rombongan teman-teman
UCL di Stansted. Ocehan berlogat Suroboyoan mengisi perjalanan kami kembali ke
Edinburgh. Sementara Andre dan kawan-kawan plesiran ke Edinburgh, saya masih
punya 12 jam untuk menyelesaikan final esai!
Dan.. jumat terakhir di semester satu berlalu
tanpa nyamannya kasur dan hangatnya selimut. Seusai menumpuk tugas, nampak
wajah-wajah panda dari teman-teman satu jurusan, antara lega dan cemas karena
mengerjakan tugas dengan tidak maksimal. Sambil menahan kantuk, kami berkumpul
di Library Cafe untuk melepas lelah. “So, we made it through the first semester
guys”, ujarku memecah keheningan (semua orang tatapannya udah kosong). “What’s
your plan for holiday?”, tanya temen dari Meksiko. Antara udah ga nyambung
diajak ngomong dan memang ga ada plan, saya Cuma membalas dengan geleng kepala.
Ternyata, hampir semua orang sudah punya plan untuk liburan. Temen-temen Eropa
pasti pada balik ke rumah, dan banyak temen-temen Cina dan Meksiko yang pada
Eurotrip. Plan yang udah ada di kepala: “Laundry udah numpuk, Laundry dulu baru
tidur”.
FIRST STOP: GLASGOW!
Sore itu saya galau. Saya lupa kalau sudah
mendaftarkan diri di acara Winter Conference FOSIS, sebuah konferensi pelajar
muslim se-UK yang mengambil tempat di Glasgow. Acara sebenarnya dimulai Jumat
sore hari itu, tapi karena stok celana dalam sudah habis di London Trip, jadi
saya tunda perjalanan ke Glasgow di sabtu pagi. Konferensi di Glasgow menjadi
pembuka liburan natal dan tahun baru saya di 2015. Di event itulah saya
merasakan atmosfer pelajar muslim di UK. Acara didominasi oleh teman-teman asal
IPB (India, Pakistan, dan Bangladesh) yang sudah menjadi generasi ke-2.
Ternyata, solidaritas mereka sangat luar biasa. Di tengah atmosfer Islamophobia
di negara barat, saya belajar banyak dari seorang siswa College (baru mau masuk
universitas) asal Southhampton yang dengan sangat dewasanya menyikapi
Islamophobia di UK.
I’m Scottish and I’m Muslim! FOSIS Winter Conference 2015 di Glasgow
Kami menginap di lantai dua sebuah masjid komunitas di Glasgow, sambil menunggu waktu tidur, saya bercerita mengenai pengalaman saya menjelaskan Islam kepada teman asal Greece yang penasaran. Waktu itu kami sedang mengerjakan sebuah grup project, teman satu tim saya tampak cemas dengan presentasi esok hari. Kami menghabiskan waktu 3 hari di perpustakaan untuk finishing project tersebut, nampaknya dia heran karena saya beberapa kali pamit untuk shalat di Masjid. “Matin, you pray a lot! How many times do you have to pray? Is it compulsary? No wonder you seem so calm”. (Berhubung bobotnya cuma 20%, sakjane aku wes ra urus karo garapan iki, jadi mungkin terlihat kalem). “What do you say in your prayer? Teach me some!”. Dan, mulailah saya mencoba untuk menjelaskan tentang Islam. Karena di HP ada apps Muslim Pro, saya mencoba memuaskan rasa penasaran teman saya mengenai Quran. “The Sun? What is this about?”. Dan surat pertama yang kami baca adalah As-Syams, sebuah surat yang sangat indah, tersusun layaknya sebuah puisi indah dengan bait-bait pendek yang mempesona. “It’s so beautiful! The Elephant?? What is this one about?”. Dan teman saya mulai asyik membaca Quran, sementara saya gantian panik melihat slide presentasi yang tak kunjung selesai.
Kami menginap di lantai dua sebuah masjid komunitas di Glasgow, sambil menunggu waktu tidur, saya bercerita mengenai pengalaman saya menjelaskan Islam kepada teman asal Greece yang penasaran. Waktu itu kami sedang mengerjakan sebuah grup project, teman satu tim saya tampak cemas dengan presentasi esok hari. Kami menghabiskan waktu 3 hari di perpustakaan untuk finishing project tersebut, nampaknya dia heran karena saya beberapa kali pamit untuk shalat di Masjid. “Matin, you pray a lot! How many times do you have to pray? Is it compulsary? No wonder you seem so calm”. (Berhubung bobotnya cuma 20%, sakjane aku wes ra urus karo garapan iki, jadi mungkin terlihat kalem). “What do you say in your prayer? Teach me some!”. Dan, mulailah saya mencoba untuk menjelaskan tentang Islam. Karena di HP ada apps Muslim Pro, saya mencoba memuaskan rasa penasaran teman saya mengenai Quran. “The Sun? What is this about?”. Dan surat pertama yang kami baca adalah As-Syams, sebuah surat yang sangat indah, tersusun layaknya sebuah puisi indah dengan bait-bait pendek yang mempesona. “It’s so beautiful! The Elephant?? What is this one about?”. Dan teman saya mulai asyik membaca Quran, sementara saya gantian panik melihat slide presentasi yang tak kunjung selesai.
“You
are so lucky, most of the time, people don’t want to hear what I say about
Islam because how I look”, ucap Abdul, sahabat baru dari Southhampton setelah
mendengar cerita saya. Abdul memang berwajah keturunan Arab-Bangladesh, dan
entah pengalaman seperti apa yang dia alami sejak peristiwa bom Paris beberapa
waktu yang lalu. Konferensi di Glasgow membuka mata saya tentang diskriminasi
yang dialami kaum minoritas di sebuah negara yang dibilang “developed country”.
Memang, banyak sekali warga Scotland yang menentang diskriminasi dan memberikan
support yang luar biasa bagi kebebasan umat muslim di UK, tapi masih ada atmosfer
tidak nyaman yang ada di negara-negara barat. Dari pengalaman ini, saya
bersyukur menjadi Bangsa Indonesia, yang sangat menjunjung tinggi toleransi dan
bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika.
FOSIS Winter Conference diakhiri dengan bertambahnya sahabat-sahabat
baru di UK, dan sebuah petualangan di Glasgow. Glasgow Cathedral dan Necropolis
menjadi tempat singgah pertama. Suasana di Katedral ini mengingatkan saya ke
game-game Gothic yang saya mainkan sewaktu kecil: Diablo! Lucky me, saya sempat
duduk sebentar di dalam Katedral untuk mendengarkan Sunday prayer dan
prosesinya yang cukup menarik. Necropolis mungkin bisa diartikan sebagai: City
of the Dead, sebuah kompleks pemakaman besar diatas bukit (jangan dibayangin
kaya kuburan Cina yak). Next stop: Kelvingrove Museum! Salah satu museum
terbesar di Scotland, dengan koleksi karya seni yang sangat indah. And Lucky me
again! Saat itu sedang ada orkestra untuk Natal! A beautiful art and music to
spend the weekend! Di seberang sungai dari museum adalah The University of
Glasgow, sebuah landmark penting di Glasgow, dan salah satu tempat syuting
Hogwarts di Harry Potter. Perjalanan ditutup dengan kopi panas di rumah Pak
Tata, ketua pengajian masyarakat Indonesia di Glasgow.