Saturday, 2 January 2016

December Journey

"Kuwi ijo ndes! | Ngga keliatan apa2 bro | Dijepret pake kamera jelas cuy! | Ga mungkin | Dari ramalan ini lagi storm, serius! | Ah, dukunnya salah paling itu..."
Libur natal dan tahun baru menjadi salah satu momen yang dinantikan oleh mahasiswa Indonesia yang studi di UK. Gimana ga, buat anak-anak master yang kuliahnya padat dan mampat, momen liburan ini menjadi ajang untuk melepas penat dan bertualang. Anak-anak Scotland hijrah ke selatan dan anak-anak England hijrah ke utara. Ada dua kota yang menjadi salah satu tujuan favorit untuk menghabiskan malam tahun baru: London dan Edinburgh.

DUA MINGGU TERAKHIR DI SEMESTER SATU
Bagaimana dengan saya? Well, saking hectic-nya dua minggu terakhir kuliah di semester satu, saya ga sempat membuat rencana yang baik untuk menghabiskan liburan. Waktu itu fokus di kepala Cuma satu: gimana caranya survive kuliah di semester satu. Lima mata kuliah yang saya ambil ga ada komponen written exam, semua dinilai dengan project, esai, dan presentasi. Awalnya sih agak tenang juga karena tidak ada exam, tapi ternyata sama saja. Antara reading material dan tugas yang banyak dan juga bawaan mental deadliners, dua minggu terakhir saya berkutat 24/7 dengan 5 project esai dan modelling. Jam tidur berkurang menjadi 1-3 jam per hari dan ga sempat masak (walhasil banyak keluar duit buat beli fastfood di luar). Satu hal lagi yang membuat tensi ga turun-turun: saya nekat ikutan 4 Day MBA workshop dari SynBiCite di London, tepat di minggu terakhir semua deadline esai!
Karena ikutan workshop, secara teknis saya sudah pernah mengunjungi London. Yang saya lihat bukan Istana Buckingham, hanya sempat melihat hiruk pikuk orang di Tube (kereta bawah tanah). Tiap hari berangkat sebelum matahari terbit, pulang setelah gelap, dan keseluruhan workshop di ruangan yang sama di sebuah hotel. Workshop 4 Day MBA ini dipimpin oleh coach bisnis profesional, dan selama 4 hari peserta mempersiapkan pitch untuk dipresentasikan dalam sebuah Dragon’s Den di depan 3 orang investor (venture capitalist). Ternyata, mayoritas peserta berasal dari start-up yang memang akan mempresentasikan business model mereka. Workshop ini membuka banyak wawasan saya mengenai atmosfer start-up di UK yang sangat menantang dan cukup keras.
Dua minggu yang sangat melelahkan memang. Tapi, bertemu sahabat lama selalu menjadi sebuah momen yang terlalu berharga untuk dilewatkan. Terima kasih untuk Ahmad Ataka yang sudah bersedia menampung saya selama 4 hari di London! Tak terasa sudah lebih dari sepuluh tahun berlalu sejak pertama berkenalan bocah kecil yang sangat inspiratif ini. Obrolan random selama 4 hari berputar di sekitar nostalgia, jodoh, dan mimpi-mimpi masa depan. London trip kali ini ditutup oleh pertemuan tak disengaja dengan rombongan teman-teman UCL di Stansted. Ocehan berlogat Suroboyoan mengisi perjalanan kami kembali ke Edinburgh. Sementara Andre dan kawan-kawan plesiran ke Edinburgh, saya masih punya 12 jam untuk menyelesaikan final esai!
Dan.. jumat terakhir di semester satu berlalu tanpa nyamannya kasur dan hangatnya selimut. Seusai menumpuk tugas, nampak wajah-wajah panda dari teman-teman satu jurusan, antara lega dan cemas karena mengerjakan tugas dengan tidak maksimal. Sambil menahan kantuk, kami berkumpul di Library Cafe untuk melepas lelah. “So, we made it through the first semester guys”, ujarku memecah keheningan (semua orang tatapannya udah kosong). “What’s your plan for holiday?”, tanya temen dari Meksiko. Antara udah ga nyambung diajak ngomong dan memang ga ada plan, saya Cuma membalas dengan geleng kepala. Ternyata, hampir semua orang sudah punya plan untuk liburan. Temen-temen Eropa pasti pada balik ke rumah, dan banyak temen-temen Cina dan Meksiko yang pada Eurotrip. Plan yang udah ada di kepala: “Laundry udah numpuk, Laundry dulu baru tidur”.

FIRST STOP: GLASGOW!
Sore itu saya galau. Saya lupa kalau sudah mendaftarkan diri di acara Winter Conference FOSIS, sebuah konferensi pelajar muslim se-UK yang mengambil tempat di Glasgow. Acara sebenarnya dimulai Jumat sore hari itu, tapi karena stok celana dalam sudah habis di London Trip, jadi saya tunda perjalanan ke Glasgow di sabtu pagi. Konferensi di Glasgow menjadi pembuka liburan natal dan tahun baru saya di 2015. Di event itulah saya merasakan atmosfer pelajar muslim di UK. Acara didominasi oleh teman-teman asal IPB (India, Pakistan, dan Bangladesh) yang sudah menjadi generasi ke-2. Ternyata, solidaritas mereka sangat luar biasa. Di tengah atmosfer Islamophobia di negara barat, saya belajar banyak dari seorang siswa College (baru mau masuk universitas) asal Southhampton yang dengan sangat dewasanya menyikapi Islamophobia di UK.
I’m Scottish and I’m Muslim! FOSIS Winter Conference 2015 di Glasgow

Kami menginap di lantai dua sebuah masjid komunitas di Glasgow, sambil menunggu waktu tidur, saya bercerita mengenai pengalaman saya menjelaskan Islam kepada teman asal Greece yang penasaran. Waktu itu kami sedang mengerjakan sebuah grup project, teman satu tim saya tampak cemas dengan presentasi esok hari. Kami menghabiskan waktu 3 hari di perpustakaan untuk finishing project tersebut, nampaknya dia heran karena saya beberapa kali pamit untuk shalat di Masjid. “Matin, you pray a lot! How many times do you have to pray? Is it compulsary? No wonder you seem so calm”. (Berhubung bobotnya cuma 20%, sakjane aku wes ra urus karo garapan iki, jadi mungkin terlihat kalem). “What do you say in your prayer? Teach me some!”. Dan, mulailah saya mencoba untuk menjelaskan tentang Islam. Karena di HP ada apps Muslim Pro, saya mencoba memuaskan rasa penasaran teman saya mengenai Quran. “The Sun? What is this about?”. Dan surat pertama yang kami baca adalah As-Syams, sebuah surat yang sangat indah, tersusun layaknya sebuah puisi indah dengan bait-bait pendek yang mempesona. “It’s so beautiful! The Elephant?? What is this one about?”. Dan teman saya mulai asyik membaca Quran, sementara saya gantian panik melihat slide presentasi yang tak kunjung selesai.
   “You are so lucky, most of the time, people don’t want to hear what I say about Islam because how I look”, ucap Abdul, sahabat baru dari Southhampton setelah mendengar cerita saya. Abdul memang berwajah keturunan Arab-Bangladesh, dan entah pengalaman seperti apa yang dia alami sejak peristiwa bom Paris beberapa waktu yang lalu. Konferensi di Glasgow membuka mata saya tentang diskriminasi yang dialami kaum minoritas di sebuah negara yang dibilang “developed country”. Memang, banyak sekali warga Scotland yang menentang diskriminasi dan memberikan support yang luar biasa bagi kebebasan umat muslim di UK, tapi masih ada atmosfer tidak nyaman yang ada di negara-negara barat. Dari pengalaman ini, saya bersyukur menjadi Bangsa Indonesia, yang sangat menjunjung tinggi toleransi dan bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika.


 FOSIS Winter Conference diakhiri dengan bertambahnya sahabat-sahabat baru di UK, dan sebuah petualangan di Glasgow. Glasgow Cathedral dan Necropolis menjadi tempat singgah pertama. Suasana di Katedral ini mengingatkan saya ke game-game Gothic yang saya mainkan sewaktu kecil: Diablo! Lucky me, saya sempat duduk sebentar di dalam Katedral untuk mendengarkan Sunday prayer dan prosesinya yang cukup menarik. Necropolis mungkin bisa diartikan sebagai: City of the Dead, sebuah kompleks pemakaman besar diatas bukit (jangan dibayangin kaya kuburan Cina yak). Next stop: Kelvingrove Museum! Salah satu museum terbesar di Scotland, dengan koleksi karya seni yang sangat indah. And Lucky me again! Saat itu sedang ada orkestra untuk Natal! A beautiful art and music to spend the weekend! Di seberang sungai dari museum adalah The University of Glasgow, sebuah landmark penting di Glasgow, dan salah satu tempat syuting Hogwarts di Harry Potter. Perjalanan ditutup dengan kopi panas di rumah Pak Tata, ketua pengajian masyarakat Indonesia di Glasgow.
To be continued...    
   


       
Continue reading December Journey