Halo guys, di blog ini saya akan mencoba berbagi mengenai pengalaman dan ilmu yang saya dapat selama mengambil MSc Synthetic Biology & Biotechnology di The University of Edinburgh. Salah satu mata kuliah yang sangat menarik adalah Environmental Gene Mining & Metagenomics. Mata kuliah ini diampu oleh Dr. Andrew Free. Semua tulisan ini adalah hasil pemahaman saya terhadap apa yang beliau sampaikan, jadi tulisan ini sekedar untuk belajar, untuk referensi ada di bawah :D.
Mikroorganisme adalah makhluk yang telah menjadi
perhatian para bioteknologiwan selama ini. Kenapa? Alasannya dikarenakan
mikroorganisme memiliki kelimpahan dan keanekaragaman yang luar biasa! Dari
keanekaragaman ini, kita dapat memperoleh berbagai manfaat, dari protein
tunggal, enzim, hingga mixed culture yang dapat digunakan untuk membuat
bioreaktor yang stabil.
Keanekaragaman ini tidak lain dan tidak bukan
disebabkan oleh proses ekologis yang terjadi di habitat mikroorganisme.
Berbagai macam bioma dan mikrohabitat yang ada di bumi membuat mikroorganisme
beradaptasi dan berevolusi sehingga masing-masing terseleksi untuk memilik
fungsi yang spesifik supaya dapat bertahan hidup. Fungsionalitas ini diperoleh
dari hasil ekspresi gen yang memproduksi protein dan enzim yang memiliki fungsi
yang unik spesifik untuk beradaptasi terhadap lingkungannya.
Ada hal yang membuat kita tidak mampu mengakses
seluruh potensi (genetik) yang ada di mikroorganisme, terutama mereka yang
berasal dari habitat ekstrim. Hal ini dikarenakan sebuah peristiwa yang kita
sebut “The Great Plate Count Anomaly”.
Tidak semua mikroorganisme yang ada di alam dapat kita kultur di laboratorium.
Bahkan, pada kenyataannya 99% dari mikroorganisme di alam tidak dapat kita
kultur di lab. Banyak faktor yang belum kita pahami kenapa anomali ini dapat
terjadi. Salah satunya adalah interaksi antar mikroorganisme yang ada di alam
dan juga nutrisi dan faktor lingkungan yang ada di mikrohabitat asli, membuat
sistem yang sangat kompleks sehingga belum dapat kita tiru di laboratorium. Padahal,
unculturable microorganism ini sangat
menarik untuk dikaji karena berpotensi menghasilkan banyak novel products dan manfaat-manfaat lainnya.
So, bisa ga sih kita mengambil sel, protein,
enzim, atau lebih spesifik, gene of
interest yang kita inginkan dari unculturable
microorganism?
Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, (1)
mengembangkan novel culturing techniques,
atau (2) menggunakan culture independent
methods, yaitu metagenomics.
1. Novel culturing techniques
Pada dasarnya, teknik ini dikembangkan
dengan cara mengkultur mikroorganisme di habitat atau medium aslinya. Teknik
ini dikembangkan dengan membuat membran semipermeabel yang dapat dilalui oleh
nutrien tapi tidak dapat dilewati oleh sel. Setelah kita memperoleh single cell culture, kita dapat
mengisolasi DNA dari protein of interest
yang dimiliki oleh si sel. Beberapa
contoh teknik ini dikembangkan oleh Kaeberlein et
al. (2002),
Nichols et al.
(2010)
dengan menggunakan diffusion chambers.
Keunggulan dari teknik ini adalah kita dapat melakukan uji fungsional, salah
satunya dapat dikembangkan untuk mencari
novel antibiotics (Ling et al.,
2015).
2. Metagenomics
Metagenomic dapat didefinisikan sebagai “The study of genomes recovered from environmental samples rather than
from clonal populations” (Hugenholtz & Tyson, 2008). Metagenomic ini adalah salah satu
cara kita untuk mengeksplor potensi hayati yang dimiliki oleh unculturable microorganism, tanpa harus
menumbuhkan mereka satu demi satu. Pada awalnya, metagenomic dilakukan dengan membuat library, yaitu memecah
genom dari lingkungan (environmental DNA),
melakukan kloning, dan mentransformnya ke dalam host bacteria, seperti E. coli,
kemudian melakukan screening melalui sequencing dst. Metode ini tentu
memerlukan banyak waktu dan tenaga, tapi seiring dengan perkembangan teknologi,
kita bisa men-skip tahapan kloning
tadi langsung ke random sequencing dengan menggunakan Next-Generation Sequencing (NGS). Untuk lebih tau apa itu NGS,
silahkan lihat link Youtube dari Illumina NGS ini (https://www.youtube.com/watch?v=womKfikWlxM)
Yup, jadi inti dari mata kuliah ini adalah
bagaimana kita meng-harvest gen yang
potensial dari lingkungan tanpa perlu khawatir dengan unculturable
microorganism, karena kita menggunakan pendekatan metagenomics.
Oke, sekarang kita coba kaji lebih dalam mengenai
teknik-teknik metagenomics.
1. Unselective Metagenomics
Salah satu contoh hasil dari teknik ini
dilakukan oleh Venter et al.
(2004),
dan merupakan salah satu paper yang cukup fenomenal (beliau adalah pionir dari
Human Genome Project yang selesai di tahun 2000, bisa dicek juga profil beliau
di TED Talks https://www.ted.com/talks/craig_venter_on_dna_and_the_sea).
Venter et al.
(2004)
melakukan studi mengenai environmental genomic data di perairan Sargasso,
dengan menggunakan shotgun sequecing (melalui primer berupa 2-6 kb DNA insert).
Environmental DNA Insert ini dibuat berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. Dari
penelitian ini diperoleh 1800 genomic sequence, dimana 148 merupakan jenis
(phylotype) bakteri yang belum diketahui.
Penelitian lain yang sangat menarik
dilakukan oleh Dinsdale et al.
(2008)
yang berjudul “Functional Metagenomic
Profiling of 9 Biomes”. Yup, 9 Biomes! Bayangkan cuy, harus menjelajah dunia
untuk bisa memperoleh data ini. Dari hasil penelitian ini, diperoleh 15 juta
pyrosequence dari 45 macam microbiomes dan juga 42 macam viromes!
So, apa sih yang bisa kita ambil dari
metode unselective metagenomic ini? Melalui studi ini, kita dapat membanding
sekuens-sekuens spesifik yang dimiliki oleh genom masing-masing spesies.
Melalui komparasi (baik data primer maupun dari database), kita dapat
menentukan mana gen-gen esensial (yang selalu muncul di kebanyakan habitat) dan
juga adaptive gene (yang muncul pada habitat-habitat spesifik).
Namun, tentu saja ada permasalahan yang
muncul dari metode ini. (1) Besarnya data dan kompleksnya ekosistem membuat
kita sulit untuk melakukan rekonstruksi sekuens DNA dan metabolic pathway di
dalamnya, (2) dari studi di perairan Sargasso, fragmen DNA hasil sequencing
hanya dapat diperoleh dari anggota komunitas yang dominan, dan gene of interest
dari spesies yang jumlahnya sedikit tidak terdeteksi, padahal bisa jadi mereka
memegang peran kunci, dan (3) “rare
biosphere” species tidak dapat dideteksi karena belum ada di dalam database.
1. Selective Metagenomics
Jika kita memiliki target yang ingin kita
ketahui, kita bisa melakukan screening dengan memfokuskan metagenomics. Gagasan
ini dijelaskan dengan baik oleh Suenaga (2012), yang menjelaskan
bagaimana strategi yang perlu dilakukan untuk melakukan screening sekelompok
gen tertentu dari keseluruhan data metagenomics di lingkungan. Dengan melakukan
screening yang lebih terfokus, kita akan lebih mudah dalam mengambil gen-gen
tertentu dalam aplikasi biotek.
a.
Sequence-Driven Screening
Sesuai namanya, screening ini dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu
sekuens-sekuens tertentu yang menjadi targat. Salah satu contoh penelitian yang
menggunakan pendekatan sequence-driven screening adalah Grzymski et al.
(2006).
Penelitian tersebut difokuskan untuk mencari sekuens asam amino spesifik yang
berperan dalam adaptasi marine planktonic
bacteria di kutub utara terhadap suhu rendah. Penelitian lain yang cukup
menarik dilakukan oleh Mussmann et al.
(2005),
yang mencoba mencari novel genes terkait Sulphate
Respiration dengan melakukan prediksi menggunakan sekuens gen yang sudah
ada di dalam database. Gen-gen ini berpotensi untuk digunakan dalam
bioremidiasi sedimen yang tercemar logam berat. Penelitian lain yang juga cukup
menarik dilakukan oleh Charlop-Powers
et al. (2014),
yang mencoba mencari bioaktif dari 92 jenis tanah di Amerika melalui pendekatan
454-pyroseqencing dari pecahan domain nonribosomal
peptide adenylation (AD) dan polyketide
ketosynthase (KS).
Keunggulan dari pendekatan ini yaitu (1) tidak bergantung pada ekspresi gen
dari sampel, dan (2) menggunakan teknik-teknik yang sudah mumpuni (PCR, DNA
hybridisation). Kekurangan dari pendekatan ini yaitu (1) kita perlu mengetahui
terlebih dahulu conserved region dari gen / kelompok protein sebagai tempat
menempelnya primer, (2) kita tidak bisa mendeteksi gen yang benar-benar baru,
dan (3) sebanyak 30-60% protein yang diperoleh dari studi metagenomic belum
diketahui fungsinya.
Daftar Pustaka
Charlop-Powers, Z., Owen, J. G., Reddy, B. V.B., Ternei, M. A. & Brady, S. F. 2014. Chemical-biogeographic survey of secondary metabolism in soil. Proceedingsof the National Academy of Sciences, 111, 3757-3762.
Dinsdale,E. A., Edwards, R. A., Hall, D., Angly, F., Breitbart, M., Brulc, J. M.,Furlan, M., Desnues, C., Haynes, M., Li, L., Mcdaniel, L., Moran, M. A.,Nelson, K. E., Nilsson, C., Olson, R., Paul, J., Brito, B. R., Ruan, Y., Swan,B. K., Stevens, R., Valentine, D. L., Thurber, R. V., Wegley, L., White, B. A.& Rohwer, F. 2008. Functional metagenomic profiling of nine biomes. Nature, 452, 629-632.
Grzymski, J. J., Carter, B. J., Delong, E. F.,Feldman, R. A., Ghadiri, A. & Murray, A. E. 2006. Comparative Genomics ofDNA Fragments from Six Antarctic Marine Planktonic Bacteria. Applied and Environmental Microbiology,72, 1532-1541.
Dinsdale,E. A., Edwards, R. A., Hall, D., Angly, F., Breitbart, M., Brulc, J. M.,Furlan, M., Desnues, C., Haynes, M., Li, L., Mcdaniel, L., Moran, M. A.,Nelson, K. E., Nilsson, C., Olson, R., Paul, J., Brito, B. R., Ruan, Y., Swan,B. K., Stevens, R., Valentine, D. L., Thurber, R. V., Wegley, L., White, B. A.& Rohwer, F. 2008. Functional metagenomic profiling of nine biomes. Nature, 452, 629-632.
Grzymski, J. J., Carter, B. J., Delong, E. F.,Feldman, R. A., Ghadiri, A. & Murray, A. E. 2006. Comparative Genomics ofDNA Fragments from Six Antarctic Marine Planktonic Bacteria. Applied and Environmental Microbiology,72, 1532-1541.
Ling, L. L., Schneider, T., Peoples, A. J., Spoering, A. L., Engels,I., Conlon, B. P., Mueller, A., Schaberle, T. F., Hughes, D. E., Epstein, S.,Jones, M., Lazarides, L., Steadman, V. A., Cohen, D. R., Felix, C. R.,Fetterman, K. A., Millett, W. P., Nitti, A. G., Zullo, A. M., Chen, C. &Lewis, K. 2015. A new antibiotic kills pathogens without detectable resistance.Nature, 517, 455-459.
Mussmann, M., Richter, M., Lombardot, T.,Meyerdierks, A., Kuever, J., Kube, M., Glöckner, F. O. & Amann, R. 2005.Clustered Genes Related to Sulfate Respiration in Uncultured ProkaryotesSupport the Theory of Their Concomitant Horizontal Transfer. Journal of Bacteriology, 187, 7126-7137.
Mussmann, M., Richter, M., Lombardot, T.,Meyerdierks, A., Kuever, J., Kube, M., Glöckner, F. O. & Amann, R. 2005.Clustered Genes Related to Sulfate Respiration in Uncultured ProkaryotesSupport the Theory of Their Concomitant Horizontal Transfer. Journal of Bacteriology, 187, 7126-7137.
Nichols, D., Cahoon, N., Trakhtenberg, E. M., Pham, L., Mehta, A.,Belanger, A., Kanigan, T., Lewis, K. & Epstein, S. S. 2010. Use of Ichipfor High-Throughput In Situ Cultivation of “Uncultivable” Microbial Species. Applied and Environmental Microbiology,76, 2445-2450.
Streit, W. R. & Schmitz, R. A. 2004.Metagenomics – the key to the uncultured microbes. Current Opinion in Microbiology, 7, 492-498.
Suenaga, H. 2012. Targeted metagenomics: ahigh-resolution metagenomics approach for specific gene clusters in complexmicrobial communities. EnvironmentalMicrobiology, 14, 13-22.
Streit, W. R. & Schmitz, R. A. 2004.Metagenomics – the key to the uncultured microbes. Current Opinion in Microbiology, 7, 492-498.
Suenaga, H. 2012. Targeted metagenomics: ahigh-resolution metagenomics approach for specific gene clusters in complexmicrobial communities. EnvironmentalMicrobiology, 14, 13-22.
Sering-sering posting yang kaya gini nu.. inspiring.. membantu proses warming up hehehe
ReplyDelete